BEAUTIFUL WALLFLOWER
BAB 1
Pemberitahuan bahwa pesawat akan
landing darurat di bandara Ngurah Rai Denpasar yang beberapa menit yang lalu
diumumkan oleh flight attendant
cantik itu membuatnya mendengus. Kerinduannya yang mendalam pada foto yang
sedari tadi dipandanginya harus diurungkan sejenak. Disimpannya foto itu
ditempat yang rapi di sampul buku agenda yang sedari tadi digenggamnya.
Memasukannya ke dalam tas ransel mungil warna putih yang ada dipangkuannya.
pict from here |
“Ternyata gunung Kelud lebih
galak dari yang saya perkirakan..”
Ujar bapak-bapak yang duduk
disamping gadis itu membuyarkan perhatiannya dari si kecil bersepatu merah.
Sudah sejak tadi bapak itu mendiamkannya karena asyik dengan surat kabarnya.
“oiya pak?” ujar si gadis pendek.
“iya, pesawat ini landing darurat
ke Denpasar juga karena hujan abu gunung Kelud menutupi jarak pandang di
Juanda. Jadi ya terima nasib saja, terdampar di Ngurah Rai..”
Gadis itu tersenyum miris.
Ternyata Gunung Kelud yang meletus 2 hari yang lalu abu nya pun masih
meninggalkan jejak. Gadis itu sejenak menutup kedua kelopak matanya, kembali
berdoa agar tidak ada letusan susulan, agar semua korban diberikan kesabaran
dan kekuatan. Padahal belum lama dari terakhir kali gadis itu mendaki gunung
Kelud. Sekitar 3 bulan yang lalu. Saat teman-temannya di komunitas mengajaknya
ke Kelud sebelum mereka lanjut ke Pantai Klayar di Pacitan, sebuah kota kecil
di ujung barat Jawa Timur. Sebagai satu-satunya anggota komunitas yang berasal
dari Jawa Timur, gadis itu dipaksa menjadi tour leader. Saat itu Gunung Kelud
masih sangat indah. Hijau lebat hutan perdu yang mengelilinginya. Anak gunung
kelud hasil erupsi di tahun 2007 menjulang kokoh di tengah kawah. Menjadikan
Kelud semakin istimewa. Satu-satunya gunung di dunia dengan anak gunung yang
menjulang di tengah kawah.
Sesaat setelah letusan dua hari
yang lalu, yang tersisa hanyalah lahan mati berwarna abu-bau. Sejauh mata
memandang hanya pasir, abu dan bebatuan yang dimuntahkan oleh kawah Kelud. Tak
terasa air mata gadis itu menetes, mengingat apa yang dilihatnya dari layar
kaca semalam. Anak gunung Kelud yang kokoh itu lenyap berganti dengan kawah
yang semakin luas. Jika Tuhan sudah berkehendak, tidak ada seorang makhlukpun
yang mampu menolaknya.
“Ada urusan apa ke Surabaya?”
Ujar si Bapak disampingnya lagi.
Lagi-lagi membuyarkan lamunannya. Mengembalikan kesadarannya kembali dari
kenangan tentang Gunung Kelud.
“Oh..saya tinggal di Surabaya
pak..” jawabnya buru-buru sambil menyusut tetesan air mata dengan ujung
jarinya.
“Surabaya mana?”
“Dharmahusada. Bapak tinggal di
Surabaya juga?”
“Oh nggak mbak, saya malang. Anak
saya yang kuliah di Surabaya. Ini saya mau nengok dia sebelum pulang ke
Malang..”
Kemudian bapak itu banyak
bercerita tentang anak bungsunya yang sedang kuliah di salah satu perguruan
tinggi negeri di Surabaya. Anak bungsunya perempuan. Masih 18 tahun dan lebih
memilih kuliah di Surabaya daripada di Malang. Alasannya belajar mandiri. Tidak
mau bergantung pada orang tuanya terus. Padahal sang ayah dan ibu yang sudah
beranjak tua lebih suka anaknya tidak mengambil tempat pendidikan yang jauh,
agar di rumah tidak sepi. Setelah 2 kakak lelakinya bekerja dan berkeluarga
tinggal si bungsu yang menjadi harapan orang tuanya. Namun apa daya, si bungsu
yang dahulu manja ternyata sudah mulai dewasa, dan lebih memilih mengikuti
jejak kakak-kakaknya menjadi enginer.
Cerita bapak itu sedikit banyak
membuatnya teringat pada ibunya. Gadis itu semakin merasa bersalah dan semakin
merindukan ibunya. Sudah hampir sebulan ini gadis itu tidak pulang. Beberapa
pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan membuatnya belum bisa memeluk erat
perempuan yang selalu dicintainya itu. Meskipun setiap hari mereka
berkomunikasi melalui telepon, tetep saja tidak bisa menggantikan kehadiran
langsung seseorang yang dicintai.
“Wah..sudah ngobrol kesana kemari
malah belum kenalan..maafkan ya mbak..” ujar bapak itu ramah.
“Oiya..saya juga lupa
pak..keasyikan mendengarkan cerita bapak..”ujarnya berbasa-basi
“Saya Dirmanto. Biasanya
dipanggil Dirman..” ujarnya mengulurkan tangan.
“Renata..” disambutnya uluran
tangan pak Dirman dengan sopan.
Bersamaan dengan itu
diberitahukan kepada para penumpang bahwa pesawat akan segera landing di
bandara Ngurah Rai Denpasar. Semua penumpang harap mengenakan safety belt nya
kembali. Gadis itu lega, tidak ada masalah berarti saat pesawat menginjakkan
rodanya di runway bandara. Hanya ada hentakan sedikit yang tidak terlalu
berbahaya. Bibirnya mengucap hamdallah.
“Mbak Renata, kalau nanti main ke
Malang, sempatkan main ke rumah saya ya. Saya tunggu lho..” ujar pak Dirman
ramah. Sesaat yang lalu pak Dirman sempat memberikan kartu namanya kepada
Renata.
“inggih pak, insyaaAllah kalau
ada kesempatan saya mampir ndalem pak Dirman..” jawab Renata sopan.
Mereka berpisah saat mengurus
bagasi. Renata masih menunggu kopernya yang entah bagaimana bisa tertukar
dengan milik seorang bule. Untungnya tidak memerlukan waktu lama untuk mengurusnya.
pict from here |
Tepat pukul 11.00 WITA Renata melangkahkan kaki menuju restoran di
bandara itu. Kemudian di sebuah restoran itu dipesannya seporsi spaghetti carbonara. Rasa laparnya sudah tidak tertahankan lagi. Sambil mengunyah makanannya
dinyalakannya Samsung s4 yang sedari tadi ada di genggamannya. Ada 2 missedcall
dari Ben, 4 pesan di bbm. Sebuah pesan dibacanya dari MAMI.
Juanda ditutup, mami liat di tv.
Jadi gimana?
Dipencetnya nomor telepon segera.
Setelah dua kali nada tunggu, dijawablah panggilan itu.
“Hallo..assalamu alaikum..”
“waalaikumsalam mi..”
“kamu dimana nak?”
“lala di Denpasar mi, pesawatnya
ngga bisa landing di Juanda”
“trus gimana? Jadi pulang
Surabaya ngga?”
“kayaknya ngga bisa hari ini mi,
gimana dong? Kalo misalkan besok udah memungkinkan, lala langsung pulang besuk”
“lho..katanya kamu lusa ada
pemotretan lagi di Uluwatu kan? Ben kemarin yang ngasih tau mami..”
“hhmm…iya sih mi..”
“yauda, ngga usah balik ke
Surabaya dulu. Kasian kalau kamu bolak balik Surabaya-Denpasar..”
“mami gapapa?”
“ngga papa lah..tapi jangan lupa
titipan mami ya? “
“okee..pie susu sama kain Bali
warna kuning kan?”
“siipp…”
“oke deh mi.. lala lanjutin makan
dulu ya..assalamu alaikum..”
“iya..ati-ati ya nak..
waalaikumsalam..”
Klik.
Renata kembali melanjutkan
menekuni makanannya yang sudah mulai dingin. Sambil sesekali menenggak milo
coklat yang sudah dipesannya.
Bibip…
Bibip….
Bibiip…
Layar handphone nya kembali
berkedip. Ada bbm masuk dari.. BEN!
+ Nek…ye uda di Dps ye?
+ G langsung nelpon eike siiy?
+ ye dimana skg?
Sejenak dihentikan kunyahannya.
Darimana Ben tau Renata sudah di Denpasar? Mami?
- - Drmn lu
tau gw di dps?
+ mami
ye dong, eike barusan di bbm mami ye..
-
- Gw mau
keliling2 dps dulu. Sendirian. Bsk mlm jm 8 br lu blh nyariin gw..
+ tapi
nek..??
-
- TITIK!!!!
Renata tersenyum puas. Ben selalu
begitu. Berlebihan. Pemotretan mereka baru akan dimulai lusa siang. Tapi Ben
selalu saja menginterupsi dengan hal-hal yang sebenarnya sudah mereka sepakati
dari awal. Dan renata tidak suka. Sebenarnya itu hanyalah alas an Ben saja,
agar mereka bisa sering-sering pergi bersama. Ben memang tidak punya banyak
teman. Tidak banyak orang bisa menerima kepribadiannya sebagai lelaki yang
kemayu. Dan dari yang tidak banyak itu, salah satunya adalah Renata. Bukannya
Renata tidak ingin menemani Ben. Hanya saja saat ini Renata ingin sendiri.
Tidak lama setelah makanan itu
dimakannya sampai licin tandas, Renata mendorong koper warna merah miliknya
menuju pool taksi bandara. Bandara Ngurah Rai yang baru jauh lebih bagus dan
sialnya jauh lebih luas. Membuatnya sedikit kelelahan berjalan dengan heels 10
cm yang dipakainya sejak dari Makassar tadi pagi.
Setelah menemukan taksi bandara
yang dimaui, Renata segera menghempaskan badannya pada jok mobil sedan itu.
“Legian pak..” ujarnya pendek.
“Baik Non..” jawab sopir taksi
sopan.
Tiba-tiba keluar ide isengnya
untuk melewati jalan tol yang melewati laut di Bali. Jalan tol yang konon
adalah jalan tol terpanjang dan satu-satunya jalan tol di Indonesia yang
dibangun diatas laut.
“Pak, bisa tolong lewat jalan tol
yang Bali tol yang baru lewat laut itu?”
“Mmm..bisa sih non..tapi
memutar..”
“Gapapa pak..belum pernah
nyoba..” ujar Renata sambil nyengir menahan malu.
“Baik non..” jawab sopir taksi
itu sambil tersenyum sopan.
Sepanjang jalan Renata menikmati
suasana Bali yang panas. Namun entah mengapa, Bali selalu indah. Patung-patung
yang bertebaran dengan kain kotak-kotak hitam khas Bali selalu membuatnya
rindu. Tidak lama kemudian sampailah taksi yang ditumpanginya di gerbang tol
yang diingini Renata. Indahnyaa… benar-benar seindah bayangan Renata. Ambooiii…
seperti tidak berada di Indonesia..hahaha.. berlebihan.
Beberapa kali renata mengabadikan
pemandangan yang mereka lewati dengan kamera handphone nya. Sopir taksi yang
sedari tadi melihatnya diam-diam hanya tersenyum geli melihat penumpangnya yang
cantik itu kegirangan sambil sesekali memekik senang mengambil gambar jalan tol
yang dilewatinya.
“Cantik-cantik ndeso…” mungkin
itu yang ada di pikiran sopir taksi itu. Hahahha.
Taksi yang ditumpangi Renata
perlahan menuju kawasan legian. Kebiasaan Renata, setiap ke Bali, selalu
memilih menginap di seputaran Legian. Aku suka jalan-jalan di Kuta. Selalu itu
jawabannya jika ada yang bertanya kenapa.
“Legian dimana non?” Tanya sopir
taksi itu lagi.
“Fave hotel
pak..” jawab Renata pendek.
Taksi itu menepi tepat didepan
Fave hotel. Sebuah hotel backpacker yang dipilihnya sesaat sebelum meninggalkan
bandara tadi. Di hotel yang bergaya minimalis ini, Renata sudah membooking
sebuah kamar di lantai dasar.
pict from here |
Setelah membayar taksinya, renata
segera membawa koper mungilnya menuju loby hotel kecil itu. Setelah mengurus
beberapa prosedur dan membayar tagihan dimuka hotel yang dipesannya Renata
segera meraih kunci kamar 107 nya.
“Selamat beristirahat mba
Renata..” ujar resepsionis cantik yang rambutnya disanggul dibelakang leher itu
ramah.
“Terima kasih..” jawab Renata
tidak kalah ramah.
Kemudian digeretnya koper
merahnya menuju kamar yang sudah dipesannya yang terletak tepat didepan kolam
renang. Dibukanya pintu kamar mungil yang ornamennya mayoritas berwarna merah.
Kalau Ben tahu Renata menginap di hotel ini, Ben pasti menyeretnya pindah ke
hotel yang lain.
Setelah meletakkan kopernya,
Renata segera menuju kamar mandi, membersihkan diri. Setengah jam Renata
menghabiskan waktunya menikmati hangatnya air pancuran dari shower kamarnya.
Arloji yang terletak di atas meja menunjukkan jam 14.00 WITA saat Renata keluar
dari kamar mandi. Diambilnya mukena di atas ranjang dan segera menunaikan
sholat dhuhur.
Setelah sholat, Renata memandang
dirinya didepan cermin, yang memang kamar itu memiliki banyak cermin yang
besar. Rambutnya yang panjang diikatnya dengan ikatan kuncir kuda. Dirapikannya
kaos putih dan celana bahan kakhi selutut yang dipakainya. Renata merebahkan
badannya di ranjang, meraih remote tivi. Pencetan jarinya berhenti pada channel
tivi kabel yang menayangkan pemilihan World Top Model Competition. Tidak sampai
setengah jam kemudian, Renata sudah tertidur nyenyak.
Comments
Post a Comment